Senin, 22 April 2013

TULISAN INI GAK LUCU

Lagi-lagi... pembahasan ipeka selalu menjadi pembahasan yang sensitif antara kubu ipeka tinggi dengan kubu ipeka rendah, yang akhirnya malah jadi ajang saling mencak-mencak dengan alasan salah satu kubu yang "berpikir sempit".

Di kubu pertama, mereka berargumen bahwa, "ipeka itu salah satu pintu kesuksesan.", di satu kubu yang lain, mereka juga gak mau kalah, "ipeka itu gak penting, yang penting survive pasca kampus."

Well well, gak ada yang salah, dan gak ada yang bener juga. Semuanya cuma relativitas aja kok. *uhuk

Sedikit gue analisa, biasanya orang-orang yang berpendapat kalo ipeka itu adalah salah satu pintu sukses, bisa dipastikan kalo mereka adalah golongan mahasiswa yang punya ipeka di titik aman.

Sebaliknya, orang yang berpendapat bahwa ipeka itu gak penting, bisa dibilang mereka adalah mahasiswa yang tersiksa karena ipekanya yang nangkring.

Oke oke, bagi gue pribadi, ipeka gak akan jadi penting kalo cuma jadi hiasan di atas kertas belaka atau cuma dijadiin spekulasi biar aman nyari kerja yang notabene butuh requirement ipk minimal tiga.

*pembahasannya mulai berat *mikul beras

Ada semacam hal yang sangat konspiratif, yang sebenernya gak mau gue ceritain karena sifatnya subjektif, tapi apa boleh buat kalo kalian memaksa (siapa juga yang maksa... ) --"

-----------

Mari kita mulai,

Pendidikan seakan dijadikan semacam sistem yang mewajibkan pelajar/mahasiswanya dipacu biar berlomba ngedapetin nilai bagus semata, sehingga mereka bisa mencapai NEM, IPK, atau indeks serupa dengan nilai tertentu (sesuai standar tertentu).

Tujuannya apa? Biar nanti, mereka bisa dipekerjakan jadi pegawai di perusahaan-perusahaan besar. Itu masih bisa dibilang hal wajar jika nanti mengabdi di perusahaan nasional, tapi hal itu akan jadi aneh ketika lulusan-lulusan universitas digiring bekerja di perusahaan-perusahaan asing dengan iming-iming 'gaji besar' padahal nilainya setara honor cleaning service di negara asal perusahaan. (coba baca ini)

Parahnya, bekerja di perusahaan asing malah dianggap sebagai prestasi, ini tradisi yang memilukan, alah. *miris

Menurut gue, tenaga pengajar sekarang lebih banyak menekan pelajarnya biar dapet nilai bagus semata, tujuannya biar mahasiswa akan merasa aman bekerja di dunia pasca kampus.

Karena kalo mahasiswanya sampe gak dapet nilai bagus, pengajar dan institusi bakal berurusan sama akreditasi - imbasnya sama peminat di institusi (yang berkurang) - gengsi institusi (yang berkurang) - subsidi dan perhatian pemerintah (yang berkurang) - gaji pengajar (yang berkurang), dan lain lain, dan lain lain.

Intinya, institusi kita gak mau mengambil risiko terlalu tinggi, dan ujungnya gak akan lepas dari kepentingan beberapa pihak.

Anyway, emang yang dimaksud risiko, risiko apa Sam? 

Risiko itu adalah ketakutan pengajar dan institusi kepada lulusannya jika sampe mereka gak dapet nilai bagus, maka kehidupan pasca kampus mereka akan mengecewakan, dengan begitu bisa berimbas pada reputasi institusi yang meluluskan mahasiswanya. (serius ini berat, semoga pada ngerti) .___.

Simpelnya begini,

"Kamu harus punya nilai bagus! Biar nanti lulus dapet pekerjaan di perusahaan bagus!"
"Kenapa saya harus kerja jadi pegawai Pak?"
"Karena hidup kalian akan lebih terjamin.", sepintas ada benarnya juga, padahal mungkin dalam hati mereka akan terucap "Soalnya kalo elo menganggur, nanti nama baik gue yang jadi jelek."
Nyatanya, masih aja banyak sarjana yang kemudian menggantung nasib jadi pengangguran. Well well, kekhawatiran institusi terlalu berlebihan, malah menjadi semacam dogma (gukguk) yang salah kaprah.

Ada semacam keterkaitan konspiratif antara institusi, perusahaan, dan pemerintah. Kebanyakan perusahaan akan meminta qualifikasi ipk minimal dan atau ijazah sebagai syarat bergabung di perusahaan yang bersangkutan. Sehingga akan tercipta pola sebagai berikut:
Perusahaan membuat sistem kualifikasi - universitas membuat sertifikasi semacam ipk dan ijazah - mahasiswa akan ter-mindset berkuliah untuk mengejar ijazah (ilmu yang seharusnya dicari malah cenderung diabaikan) - untuk mendapat sertifikasi, kemudian institusi membuat sistem pembiayaan belajar menjadi 'mahal' - uang kuliah selama 4 tahun (efektif) mahasiswa akan terkesan menjadi uang untuk 'membeli' ijazah toga - persaingan yang ketat untuk mengejar sertifikasi malah menimbulkan banyak masalah seperti: jual beli ijazah atau joki skripsi, bahkan hal yang kecil semacam nyontek atau copas, yang udah sering terjadi dan tentunya akan menjadi cikal bakal koruptor-koruptor muda.
So, ini semua jadi semacam rantai setan yang susah diputus. Kalo masalah pendidikan kita ada di biaya, gue rasa APBN untuk pendidikan masih bisa me-mark up ratusan ribu jiwa anak bangsa untuk menjalani proses pendidikan.

Bahkan, pemerintah ngada-ngada aja bikin anggaran 20M cuma bikin toilet gedung DPR, padahal anggaran itu bisa diarahkan untuk masalah negara yang lebih prioritas, yaitu pendidikan dan kesehatan. Tapi nyatanya, korupsi merajalela, anggaran disalahgunakan, miss-alokasi dana, dan sebagainya.

Makanya, pejabat pemerintah yang korup, aseli JAHANAM BANGET! GANYANG!

Kira-kira begitulah konspirasi pendidikan kita, beginilah adanya, sadar gak sadar. Gue harap, kalian yang membaca enggak cuma dompetnya aja yang kritis, tapi cara berpikirnya juga harus kritis, okesip.

--------

Fenomena banyaknya pengangguran, mungkin disebabkan oleh sedikit institusi pendidikan kita yang menanamkan sikap survival untuk menghadapi kehidupan pasca kampus.

Faktanya, karena mahasiswa udah dilatih hidup aman, maka sarjana-sarjana akan sangat bergantung sama lowongan kerja pada perusahaan tertentu. Yang pada akhirnya, mereka lebih memilih menunggu perusahaan merecruitmereka, ketimbang melangkah ke zona tidak nyaman untuk membuat usaha mandiri atau berwirausaha.

Hmm... analisa gue logic kan?

-------

Kembali ke masalah ipeka.

Ipeka emang penting, bagi mereka yang mau hidup aman. Tapi bagi sebagian pemenang, mereka gak akan terobsesi sama begituan, karena mereka tau bahwa "nilai di atas kertas buatan manusia itu" gak akan punya pengaruh besar untuk kehidupan masa depannya.

Gue pernah membaca riwayat Bill Gates yang sama-sama kita tau bahwa dia adalah mahasiswa DO. Dia pernah merasa khawatir ketika disuruh harus berpidato di depan mahasiswa yang belom wisuda, maka mahasiswa tersebut malah akan memilih ninggalin kuliah mereka dan mengikuti jejak Bill Gates yang di-DO. (baca pidatonya di sini)

Ya.. gue pribadi merasa mendingan, masih harus bersyukur bisa kuliah. Karena bagi gue, pendidikan itu tetep penting, tentunya bagi mereka yang berniat belajar, bukan berorientasi pada nilai.

Bahkan ada statement yang lebih ekstrem dari Robert Kiyosaki, bahwapendidikan formal itu gak penting, karena sekolah gak ngajarin lulusannya untuk mengelola hidup en keuangan. Dan setelah elo baca buku karangannya, elo akan berpikir bahwa ternyata "kuliah selama ini sia-sia"(baca ini)

Hehe, saran gue jangan se-ekstrem itu, elo masih punya orang tua yang harus dibuat bangga dengan wisuda.

--------

Dalam postingan yang GAK LUCU kali ini, gue cuma mau berpesan. Seenggaknya, mahasiswa sebagai kaum intelek harus mampu mengambil sikap, yaitu:
  1. Kalo mau jadi pegawai, duduk aja yang ganteng di bangku kuliah, terus dapetin nilai sebagus mungkin biar aman.
  2. Kalo mau jadi pengusaha, duduk yang kalem, gak perlu ngoyo sama nilai, yang penting dapet ilmu yang bisa dimanfaatin nanti di dunia usaha.
  3. Kalo mau jadi leader, ikutlah organisasi, jadi aktivis, belajar negosiasi, belajar mengatur orang, biar nanti elo bisa membayar orang-orang ber-ipeka tinggi (nomer 1).
  4. Kalo mau banyak manfaat, belajarlah yang tekun, dapetin ilmu yang bermanfaat, nilai bakal ngikut dengan sendirinya, perluas wawasan en pergaulan, aktiflah di kegiatan luar kampus, berprestasilah, tinggiin ipeka elo, tapi rendahkan hati elo, maka elo akan membuka kesempatan belajar buat mereka-mereka yang ada di nomer 1, mengajak sukses orang-orang nomer 2, dan duduk berdampingan sama orang-orang nomer 3, atau intinya elo bisa bermanfaat buat banyak orang.
Silakan memilih. Life is too short, test your own luck. Okesob?

----------

Kalo pun ipeka itu pintu kesuksesan, maka, bagi elo yang pintu kesuksesannya terlanjur tertutup, jangan kecewa karena akan ada pintu lain yang akan terbuka.
"Maybe you're reason why, all the doors are closed, so you could open one that lead you to the perfect road." - Firework
[end]

*tulisan ini gak berniat menyinggung siapa pun, cuma untuk membuka wawasan en pikiran, plis openmind..


Sumber : http://www.skripsit.com/2013/01/gak-lucu.html